www.jurnalkota.co.id
Oleh: Erna
Aktivis Dakwah
Penurunan daya beli masyarakat menjadi fenomena yang meluas di beberapa daerah di Indonesia. Pasca Iedul Fitri 1446 H, para pedagang pasar di kota Lhokseumawe mengeluhkan minimnya daya beli masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Rahmatsyah, Fungsional Penyuluh Diprindagkom UKM kota Lhokseumawe. Dikutip dari rri.co.id (10/4/2025).
Sementara berdasarkan data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), daya beli masyarakat di Jakarta pada momen Lebaran 2025 diperkirakan mengalami penurunan hingga 25 persen. Para pedagang di tanah abang mengaku mengalami penurunan omset secara signifkan di bandingkan tahun-tahun sebelumnya. (www.metrotvnews.com)
Pada skala nasional salah satu indikasi turunnya daya beli masyarakat adalah menurunnya jumlah pemudik. Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mengungkap penurunan mudik Lebaran 2025 sekira 4,69% dibandingkan dengan realisasi pada 2024 yang mencapai 162,2 juta orang, tahun ini tercatat 154,6 juta jiwa. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memprediksi tren pergerakan wisatawan periode libur Lebaran 2025 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.
“Kita sedang melakukan survei juga untuk ini, tapi secara ringkas kalau kita dengarkan dari beberapa PHRIdari daerah, trennya itu menurun yang pasti, jika dibandingkan tahun 2024,” ucap Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran pada Jumat, 11 April 2025 seperti dikutip dari Antara.
Menurut Yusran, tren penurunan ini bisa dilihat dari persentase penggunaan semua moda transportasi yang telah diakui pemerintah turun menjadi 30 persen.Tren penurunan juga terjadi pada sisi akomodasi seperti hotel dan restoran, disebabkan penurunan daya beli masyarakat. (www.pikiran-rakyat.com)
Kalau kita bicara daya beli terganggu memang harus dilihat dalam konteks situasi ekonomi yang tidak baik-baik saja. Banyak terjadi PHK, ditambah dinamika kebijakan dalam negeri yang belum sepenuhnya kondusif.
Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Meningkatnya beban hutang rumah tangga dan tekanan biaya hidup lainnya turut memperparah kondisi. hanya itu lesunya perekonomian global juga memberi dampak domino terhadap sektor-sektor domestik, mempersempit ruang gerak masyarakat dalam melakukan konsumsi. Semua faktor ini berkontribusi dalam menurunnya kemampuan dan kepercayaan masyarakat dalam membelanjakan uangnya.
Ini terjadi sebagai dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang selama ini dijalankan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memerhatikan pemerataan dan kesejahteraan di tengah masyarakat. Sistem ini cenderung berpihak pada pengusaha besar dan oligarki. Sementara kesejahteraan rakyat justru terabaikan, yang pada akhirnya memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi. Kebijakan yang membolehkan praktek riba, rendahnya standar upah pekerja serta lemahnya perlindungan sektor-sektor rakyat kecil turut memperparah daya beli masyarakat.
Terlebih lagi ketika peran negara hanya di batasi sebagai fasilitator dan regulator alih-alih sebagai penjamin dan pelindung kesejahteraan rakyat, ketimpangan yang terjadi semakin sustemik dan sulit untuk di atasi.
Islam memiliki sistem yang berbeda dengan sistem kapitalis. Jika dalam sistem kapitalis tidak bisa menjaga daya beli masyarakat agar tetap stabil, Islam justru mampu mewujudkannya. Dalam sistem lslam yang di terapkan oleh negara Khilafah, menjaga daya beli masyarakat bukan hanya menjadi tanggung jawab moral negara, tetapi merupakan bagian dari kewajiban syar’i dalam mengatur urusan umat. Islam menjadikan negara menjadi raa’in, yang bertanggung jawab mengurus rakyat dan menyejahterakannya.
Berikut beberapa prinsip bagaimana khilafah mampu menjaga daya beli masyarakat secara sistemik dan menyeluruh.
Pertama, negara khilafah bertanggung jawab langsung atas pemenuhan kebutuhan pokok yakni sandang pangan dan papan setiap individu rakyatnya, bukan sekedar bukan sekedar mendorong pertumbuhan ekonomi ala kapitalis. Negara akan memastikan setiap warga negara mendapatkan akses makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layak serta pendidikan dan kesehatan secar gratis.
Ke dua, khilafah mengharamkan riba dengan segala bentuknya. Dengan demikian rakyat terbebas dari beban hutang berbunga, yang selama ini menjadi salah satu penyebab lemahnya daya beli masyarakat. Sistem keuangan yang berbasis ekonomi riil bukan spekulasi atau pasaar uang.
Ke tiga, khilafah memastikan distribusi kekayaan terjadi secara adil. Melalui pengaturan sistem kepemilikan islam dan dilarang monopoli. Islam membagi kepemilikan nenjadi 3 bagian, yaitu individu, umum dan negara. Kepemilikan umum berupa aset-aset milik umum seperti, tambang, listrik, air dan hutan, tidak boleh di milik swasta. Melainkan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Negara juga bisa memberi rakyat sebagian kepemilikan negara, berupa lahan atau lainnya.
Ke empat, negara akan mengawasi pasar secara langsung agar tidak ada praktek penimbunan untuk manipulasi harga, atau kartel yang di haramkan syariah serta merugikan konsumen. Jika ada pelanggaran negara akan memberi sangsi tegas tanpa kompromi, ini untuk menjaga agar harga barang tetap terjangkau dan daya beli masyarakat tetap kuat.
Ke lima, khilafah berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang halal dan produktif. Jika ada rakyatnya yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokoknya karena tidak memiliki pekerjaan, maka negara wajib membantu melalui Baitul Maal atau mengupayakan pekerjaan yang layak baginya. Mekanisme zakat yang di wajibkan atas harta tertentu, yang di saluran langsung kepada 8 golongan, termasuk fakir miskin memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Di tambah dorongan untuk sedekah, infak dan waqaf akan mengalirkan kekayaan dari yang mampu kepada yang membutuhkan. Dengan begitu daya beli relatif stabil dan kuat, karena di jaga dalam sistem ekonomi yang berpihak pada kemaslahan umat.
Ke enam, dalam khilafah pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan wakil korporat atau pengusaha. Negara tidak boleh tunduk pada segelintir elit, melainkan seluruh kebijakan di tujukan untuk kemaslahatan umat, termasuk dalam menjaga kestabilan daya beli masyarakat.
Dengan prinsip-prinsip ini khilafah tidak hanya menjaga kestabilan daya beli masyarakat, tetapi juga memastikan sistem ekonomi berjalan adil, manusiawi, sesuai syariat Islam. Wallahualam bissawab (rel)







