Tanjungpinang, Jurnalkota.co.id
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau (Kepri) J. Devy Sudarso memimpin ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice/RJ) terhadap perkara penyalahgunaan narkotika yang ditangani Kejaksaan Negeri Karimun.
Ekspose tersebut diikuti jajaran Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejati Kepri serta Kepala Kejaksaan Negeri Karimun Dr. Denny Wicaksono beserta jajaran secara daring, dan digelar secara virtual di hadapan Direktur B Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Senin (22/12/2025).
Perkara yang diajukan penyelesaian melalui RJ atas nama Reci Sabrianto (31), yang disangka melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Berdasarkan berkas perkara, Reci ditangkap oleh Satresnarkoba Polres Karimun pada Selasa (16/9/2025) sekitar pukul 21.30 WIB di sebuah bengkel di Jalan Ranggam, Kelurahan Tebing, Kabupaten Karimun. Dari hasil penggeledahan, petugas menemukan satu paket sabu seberat 0,35 gram. Tersangka mengakui barang tersebut miliknya dan digunakan untuk konsumsi pribadi.
Hasil penyidikan menyebutkan, narkotika tersebut diperoleh sebagai pengganti pembayaran utang dari seseorang berinisial Andri (DPO). Tersangka juga mengakui terakhir kali menggunakan sabu beberapa saat sebelum penangkapan. Pemeriksaan urine oleh tim medis Polres Karimun menunjukkan hasil positif metamfetamin.
Kejaksaan menilai tersangka tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika dan murni sebagai pengguna terakhir (end user). Penelusuran melalui Case Management System (CMS) Kejaksaan RI dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) juga menunjukkan bahwa tersangka belum pernah dihukum.
Dari hasil profiling, tersangka diketahui berasal dari keluarga kurang mampu dan menjadi tulang punggung keluarga. Tekanan psikologis akibat kehilangan pekerjaan disebut menjadi salah satu faktor pendorong penyalahgunaan narkotika.
Tim Asesmen Terpadu yang terdiri dari unsur medis dan hukum merekomendasikan agar tersangka menjalani rehabilitasi rawat inap selama 12 bulan di Loka Rehabilitasi BNN Batam. Rekomendasi tersebut diperkuat dengan adanya surat jaminan dari keluarga serta pernyataan kesediaan tersangka untuk mengikuti program rehabilitasi.
Selain rehabilitasi, Kejati Kepri dan Kejari Karimun juga mengusulkan penerapan sanksi sosial berupa kegiatan bersih-bersih dan penugasan sebagai marbot di Masjid Agung Karimun selama satu bulan sebagai bentuk tanggung jawab sosial tersangka kepada masyarakat.
Permohonan penghentian penuntutan ini disetujui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI karena dinilai telah memenuhi ketentuan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2025, antara lain tersangka bukan pengedar, bukan residivis, barang bukti di bawah ambang batas, serta lebih tepat ditempatkan dalam program rehabilitasi.
Kajati Kepri J. Devy Sudarso menegaskan, kebijakan tersebut mencerminkan peran Kejaksaan yang tidak hanya menitikberatkan pada penegakan hukum, tetapi juga mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan pemulihan.
“Kejaksaan hadir untuk memberikan solusi yang berkeadilan, dengan tetap memperhatikan masa depan generasi bangsa. Untuk itu, saya minta Kajari Karimun segera menerbitkan surat ketetapan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif sesuai pedoman yang berlaku,” kata Devy Sudarso.







