Tanjungpinang, Jurnalkota.co.id
Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) menggelar Sosialisasi Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan Perkawinan Usia Anak, di Aula Dinas Sosial Kota Tanjungpinang, Rabu (15/10/2025).
Kegiatan tersebut dibuka oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdako Tanjungpinang, Elfiani Sandri, yang hadir mewakili Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah.
Dalam sambutannya, Elfiani Sandri menegaskan pentingnya pemahaman bersama terhadap upaya perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurutnya, perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi bertujuan agar anak dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan.
“Pemerintah wajib melindungi masyarakat. Kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi terhadap anak tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Semua bentuk kekerasan adalah pelanggaran hukum yang bisa dipidanakan,” ujar Elfiani Sandri.
Ia menambahkan, persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tindak pidana perdagangan orang, serta pernikahan usia anak merupakan masalah serius yang membutuhkan sinergi berbagai pihak.
“Ini bukan persoalan individu, melainkan ancaman terhadap masa depan generasi kita. Ironisnya, kekerasan justru sering terjadi di rumah tangga atau lingkungan terdekat. Banyak korban yang takut melapor karena tekanan sosial atau rasa malu. Karena itu, melalui sosialisasi ini, mari kita bangun komitmen bersama agar perempuan dan anak bisa hidup aman dan bermartabat,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris DP3APM Kota Tanjungpinang, Sulikah, melaporkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanjungpinang mengalami peningkatan sepanjang tahun 2025. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), sejak Januari hingga September 2025 tercatat 84 kasus, terdiri dari 70 korban dan 14 anak sebagai pelaku.
Menurut Sulikah, jenis kekerasan yang dilaporkan meliputi kekerasan fisik, psikis, penelantaran, hingga pelecehan seksual. Karena itu, DP3APM mendorong masyarakat, tenaga pendidik, dan forum anak agar lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan di lingkungan sekitar.
“Kami berharap masyarakat berperan aktif melapor kepada pihak berwajib atau UPTD PPA jika mengetahui adanya kekerasan. Jangan diam, karena laporan cepat bisa menyelamatkan korban,” ujar Sulikah.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan orangtua terhadap penggunaan gawai di kalangan anak-anak.
“Kurangi akses anak pada tontonan yang tidak mendidik di smartphone, karena bisa berdampak buruk pada perilaku mereka,” tambahnya.
Sosialisasi ini diikuti oleh 150 peserta, terdiri atas tokoh masyarakat, guru, dan perwakilan forum anak. Kegiatan berlangsung selama dua hari, 15–16 Oktober 2025.







