Empati yang Hilang dan Ikhtiar Membangun Sistem Penanganan Bencana yang Lebih Berkeadilan

Jasa Pembuatan Lagu

www.jurnalkota.co.id

Oleh: Yolanda Anjani, S.Kom
Aktivis Dakwah

Pernyataan Kepala BNPB yang menyebut bahwa hujan deras, banjir, dan tanah longsor di Sumatera “tidak separah yang terlihat di media sosial” memicu reaksi luas dari publik. Ungkapan tersebut dianggap tidak menunjukkan empati terhadap warga yang kehilangan rumah, harta benda, bahkan anggota keluarga. Setelah meninjau langsung lokasi terdampak dan melihat skala kerusakan yang besar, sang pejabat akhirnya menyampaikan permohonan maaf. “Saya tak menyangka sebesar ini,” ujarnya.

Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi pada akhir November hingga awal Desember 2025 di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat meninggalkan dampak yang amat besar. Ribuan desa terendam, ratusan jembatan dan akses jalan terputus, serta berbagai fasilitas publik tak lagi berfungsi. Lebih dari 900 orang meninggal, ratusan hilang, dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. Puluhan ribu jiwa harus mengungsi dengan keterbatasan air bersih, makanan, dan layanan kesehatan.

Peristiwa ini kembali menegaskan pertanyaan penting: apakah sistem pemerintahan dan sosial kita telah cukup adil, sigap, dan peka terhadap penderitaan rakyat? Apakah respons baru diberikan setelah kasus menjadi viral, ataukah negara memiliki mekanisme yang kokoh untuk memastikan perlindungan warga sejak awal?

Dari perspektif Islam, penanganan bencana tidak hanya berlandaskan reaksi emosional, tetapi juga bertumpu pada sistem sosial—politik yang berakar pada nilai-nilai keadilan, kepedulian, dan tanggung jawab negara.

Semangat Tolong-menolong sebagai Fondasi Sosial

Islam menekankan pentingnya solidaritas, terutama saat ada saudara yang tertimpa musibah. Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa …” (QS Al-Maidah [5]: 2). Nabi Muhammad SAW juga menegaskan: “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Dalam konteks bencana, membantu korban bukan hanya tindakan kemanusiaan, tetapi juga kewajiban moral dan sosial. Prinsip-prinsip Islam seperti zakat, infak, wakaf, dan sedekah bukan sekadar anjuran, tetapi dapat menjadi sistem perlindungan sosial yang terstruktur bila dikelola negara secara sistematis. Dengan mekanisme yang rapi, bantuan dapat tersalurkan tepat waktu, tidak menunggu viral atau menjadi sorotan media.

Zakat sendiri memiliki tujuan jelas untuk membantu fakir, miskin, dan mereka yang membutuhkan (QS At-Taubah [9]: 60). Ini menunjukkan bahwa Islam menyediakan skema pembiayaan sosial yang dapat memperkuat ketahanan masyarakat di saat krisis.

Amanah Negara dalam Melindungi Warga

Dalam konsep pemerintahan Islam, pemimpin memikul amanah menjaga keselamatan jiwa, harta, dan keberlangsungan masyarakat. Penanganan bencana baik mitigasi, tanggap darurat, maupun pemulihan menjadi bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab negara.

Solidaritas sosial bukan sekadar aktivitas individual atau komunitas, tetapi sebuah sistem yang terintegrasi dalam tata kelola pemerintahan. Dengan demikian, tidak ada warga yang merasa terabaikan hanya karena peristiwa yang dialaminya tidak menjadi sorotan publik.

Sistem ini juga menuntut transparansi dan keadilan dalam distribusi bantuan. Mekanisme yang jelas membuat masyarakat mengetahui proses penyaluran dan memastikan bantuan diberikan berdasarkan kebutuhan nyata, bukan faktor popularitas atau tekanan publik.

Membangun Masyarakat yang Lebih Peduli dan Tangguh

Kepedulian terhadap sesama bukan hanya tugas kemanusiaan, tetapi bagian dari iman. Namun, kepedulian tidak boleh berhenti pada reaksi spontan. Ia memerlukan sistem yang memastikan setiap korban mendapatkan perhatian dan pertolongan.

Kita memang dapat memulai dari langkah-langkah kecil: peduli, memberi, dan bergerak cepat ketika melihat saudara yang membutuhkan. Namun, tujuan yang lebih besar adalah membangun tatanan masyarakat yang adil, transparan, dan penuh kasih sayang sebagaimana dicontohkan dalam ajaran Islam.

Sebagaimana pesan Nabi, ketika kita menolong saudara, Allah akan menolong kita. Semoga bencana besar ini menjadi pengingat penting bahwa empati bukan hanya soal kata-kata, melainkan sistem yang melindungi seluruh warga, terutama mereka yang paling rentan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *