Generasi Muda dalam Pusaran Krisis Moral

Jasa Pembuatan Lagu

www.jurnalkota.co.id

Oleh: Shabrina Nibrasalhuda
Mahasiswi

Indonesia menghadapi persoalan serius dengan generasi mudanya. Angka kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, hingga perilaku seks bebas menunjukkan ada masalah besar yang belum terselesaikan.

Data BNN, BRIN, dan BPS pada 2023 mencatat 3,3 juta penduduk Indonesia menggunakan narkoba. Mayoritas penggunanya adalah anak muda berusia 15–24 tahun. Polri juga mencatat, hanya dalam dua bulan pertama 2025, ada ratusan anak yang terlibat kejahatan: 437 kasus pencurian, 460 kasus kekerasan, dan 349 kasus narkoba.

Lebih mencemaskan lagi, survei BKKBN mengungkapkan 59 persen remaja perempuan dan 74 persen remaja laki-laki berusia 15–19 tahun sudah pernah berhubungan seks. Angka riil di lapangan diduga lebih tinggi.

Deretan fakta ini menunjukkan kegagalan kolektif keluarga, sekolah, dan negara dalam membentuk karakter generasi muda. Pendidikan yang sudah berjalan lebih dari tujuh dekade belum mampu melahirkan anak muda yang tangguh secara moral.

Akar masalahnya terletak pada sistem yang berlaku sekarang: negara cenderung memisahkan agama dari kehidupan publik. Ukuran kesuksesan lebih ditentukan oleh materi, sementara pendidikan agama hanya ditempatkan di ranah privat. Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa fondasi moral yang kuat.

Sistem ekonomi kapitalis memperlebar jurang kaya miskin, menciptakan tekanan keluarga yang akhirnya ikut membentuk perilaku menyimpang. Paham liberalisme membuat negara abai terhadap urusan moral karena dianggap wilayah privat. Media massa pun sibuk menjual gaya hidup konsumtif, kekerasan, dan seksualitas, alih-alih ikut mendidik publik.

Sejarah mencatat, peradaban Islam pernah melahirkan generasi terbaik lewat penerapan syariat secara menyeluruh. Sistem itu melindungi akal dari narkoba, menjaga kehormatan dari zina, serta menumbuhkan masyarakat yang saling menegakkan kebaikan. Dalam bingkai itu, pendidikan, keluarga, masyarakat, dan negara berjalan seirama membentuk generasi tangguh.

Krisis anak muda hari ini seharusnya menjadi alarm. Kita membutuhkan perubahan sistemik, bukan sekadar program reaktif. Tanpa perombakan menyeluruh, bangsa ini hanya akan menuai generasi rapuh yang kehilangan arah.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *