Krisis Kesehatan Mental: Saat Individu Tertekan, Negara Tak Boleh Diam

Jasa Pembuatan Lagu

www.jurnalkota.co.id

Oleh: Moura Cesari Millennia, S.Psi.
Mahasiswa Magister Psikologi, Kota Yogyakarta

Laporan Global Burden of Disease (GBD) yang dipublikasikan di jurnal The Lancet pada Oktober 2025 menunjukkan perubahan tren penyebab kematian di kelompok usia muda. Penyakit menular kini bukan lagi penyebab utama, melainkan penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke, dan diabetes.

Di negara berpendapatan tinggi, bunuh diri, overdosis narkoba, dan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab kematian terbanyak pada remaja. Di Indonesia, kasus bunuh diri juga terus meningkat setiap tahun. Data kepolisian mencatat, sepanjang 2024 terdapat penambahan sekitar 100 kasus dibanding tahun sebelumnya. Fenomena ini menjadi cerminan nyata bahwa negeri ini tengah menghadapi krisis kesehatan mental.

Tekanan Hidup dan Lingkungan yang Tidak Suportif

Krisis kesehatan mental menunjukkan bahwa banyak masyarakat terutama anak muda kehilangan keseimbangan batin akibat tekanan hidup yang semakin berat. Dalam perspektif psikologi, depresi dan kecemasan bukan semata hasil beban individu, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang tidak suportif, tuntutan akademik yang tinggi, serta arus media sosial yang sering kali mengubah cara seseorang menilai dirinya sendiri.

Ketika seseorang tak memiliki ruang aman untuk bercerita dan menenangkan diri, stres dapat berkembang menjadi gangguan mental. Karena itu, penyembuhan tidak cukup dilakukan melalui obat-obatan psikiater atau terapi psikologis semata. Upaya penyembuhan juga perlu disertai kesadaran diri, hubungan sosial yang hangat, serta kemampuan menemukan makna dari setiap pengalaman hidup.

Pendekatan Spiritual dalam Menenangkan Jiwa

Dalam pandangan Islam, ketenangan batin lahir ketika hati terhubung dengan Allah. Ibadah seperti shalat, dzikir, dan doa bukan sekadar ritual, melainkan cara menata emosi dan menenangkan jiwa. Islam juga mengenal metode tazkiyatun nafs—menyucikan diri dari stres, iri, dan kesedihan melalui refleksi dan rasa syukur.

Orang yang dekat dengan Allah memiliki arah hidup yang jelas, sehingga tekanan eksternal tidak mudah mengguncang dirinya. Pendekatan spiritual ini sejalan dengan temuan psikologi modern yang menunjukkan bahwa rasa syukur dan keyakinan hidup dapat memberikan efek penyembuhan bagi pikiran dan hati.

Negara Harus Hadir Menjamin Kesehatan Mental Warga

Dalam sistem Islam, urusan kesehatan mental tidak sepenuhnya dibebankan kepada individu, melainkan menjadi tanggung jawab negara sebagai bentuk kepedulian sosial. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan jiwa yang terjangkau dan manusiawi, sekaligus membangun masyarakat yang saling peduli.

Pendidikan dan lingkungan sosial harus diarahkan untuk menumbuhkan keimanan dan akhlak yang kuat, agar setiap individu tumbuh tangguh secara batin. Dengan demikian, upaya penyembuhan tidak hanya berfokus pada gejala, tetapi juga menyentuh akar persoalan: rasa hampa dan kehilangan arah hidup karena menjauh dari nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.

Penutup:

Krisis kesehatan mental adalah cermin dari sistem yang kehilangan keseimbangan antara kebutuhan fisik dan batin. Kesadaran individu, dukungan sosial, serta kehadiran negara menjadi tiga pilar utama dalam memulihkan kesehatan jiwa masyarakat.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *