Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Peran Media, terutama media sosial hari ini sangatlah vital, berbagai peristiwa dunia bisa segera dinikmati dan diketahui, ditambah dengan kemajuan teknologi, menjadikan media sebagai satu-satunya terdepan menyampaikan apapun kebutuhan manusia.
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin pun mengungkapkan bahwa media memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ia pun menggarisbawahi integritas media sebagai salah satu faktor penentu dalam mengatasi tantangan seperti disintegrasi bangsa dan penyebaran hoaks. Media jangan menjadi sarana provokasi yang dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat , fokus utama media harus menjaga integritas dan kehati-hatian dalam menyebarkan informasi untuk menjaga stabilitas politik negara.
Media jangan menjadi corong para provokator yang menyebarkan kebencian dan permusuhan. Bahkan menjadi sumber penyebaran berita bohong (hoaks), sebab hoaks seringkali tidak memiliki sumber yang jelas dan hanya dibuat oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengadu domba masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Wapres dalam wawancara dengan TVRI pada program Dialog Kebhinekaan dengan tema “Memelihara Keteduhan dalam Menyongsong Pemilu 2024” di Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta, Jumat (08/09/2023) (wapresri.co.id, 9/9/2023).
Sebelumnya, saaf membuka acara Asia Media Summit ke-18 di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (23/5/2023), Ma’ruf Amin juga mengajak media massa se-Asia mengoreksi kebijakan negara agar tetap berlaku adil dan berpihak kepada masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan peran vital media sebagai sumber informasi, pendidikan, dan gagasan sehingga layak mendapat perhatian para pengambil kebijakan.
“Peran media sangat strategis dalam meningkatkan literasi di level individu, masyarakat, maupun institusi negara agar terbangun kesadaran kolektif,” katanya.
“Media juga memainkan peran koreksi atas arsitektur kebijakan negara agar terus berada di jalur yang tepat, adil dan memihak kepada masyarakat,” lanjutnya (Kompas.com, 23/5/2023).
Memfungsikan Media Dengan Benar
Arahan Wapres kepada media menjelang Pemilu 2024 sangat tendensius, mengingat selama ini faktanya media justru menjadi alat pihak tertentu untuk mencapai tujuannya. Semisal beberapa stasiun televisi nasional yang kebetulan pemiliknya adalah pimpinan partai politik, atau menteri, merekalah riil bos media besar di Indonesia. Dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden dari partainya sekaligus dari koalisi pendukung mendorong untuk menggencarkan pemasangan profil calon dalam sketsa-sketsa settingan.
Seolah normal, setiap hari menjadi kebiasaan sang calon, tampak agamis, merakyat, peka dengan kesulitan rakyat, senyum manis sekaligus lebar, dan dekat dengan keseharian rakyat. Rakyat lupa dan terpesona, padahal sekali lagi kebiasaan itu setingan sang sutradara. Ke depannya akan sama seperti pendahulunya, ingkar janji.
Apa yang disampaikan wapres bahwa media memiliki peran strategis dalam mencerdaskan umat adalah benar. Media juga sangat strategis dalam mengungkap kebenaran dan menyampaikan aspirasi umat. Memfungsikan media dengan benar, di era hari ini masih menjadi PR besar. Di era demokrasi, pilar utamanya adalah media. Selain sebagai instrumen untuk menyebarkan kebebasan berekspresi dan ide sekuler-liberal, dalam sistem demokrasi, nyatanya media juga menjadi alat politik.
Akibatnya, media kian jauh dari independensi, hakikat, dan integritasnya sebagai penyampai berita, informasi, dan kebenaran. Sebaliknya, media justru rawan menjadi instrumen penyesatan, bahkan sangat mungkin memiliki tendensi untuk menyembunyikan kebenaran.
Islam Memiliki Tuntunan Tentang Peran Media yang Seharusnya
Allah swt. Berfirman yang artinya, “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (TQS al-Maidah :47). Makna ayat ini adalah siapapun yang tidak memutuskan perkara sesuai dengan ayat-ayat Allah maka dialah orang fasik. Lawan adil yang sekaligus tidak bisa dipercaya.
Maka, dalam Islam penerangan adalah aktivitas penting bagi dakwah. Keberadaannya juga berhubungan langsung dengan aktivitas politik kholifah, selaku kepala negara Islam. Negara memosisikan media semata-mata sebagai sarana penerangan dan penyiaran konten-konten Islam sehingga layak untuk mencerdaskan umat.
Negara membolehkan individu/swasta memiliki perusahaan media, dengan mengeluarkan UU yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai ketentuan syariat. Hal ini adalah wujud kewajiban Khilafah dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslim.
Maka media tidak akan seenaknya memuat beragam kepentingan tertentu, alih-alih membiarkan konten yang serba bebas. Individu pemilik lembaga media informasi harus bertanggung jawab atas semua konten media yang disebarkannya, termasuk atas adanya suatu bentuk penyimpangan terhadap syariat ketika media miliknya memuat konten-konten yang diharamkan Islam. Demokrasi memang meniscayakan segala kerusakan itu muncul, tidakkah kita merindukan sistem terbaik yang menjadikan media sebagai wasilah atau sarana mencerdaskan umat? Wallahu a’lam bish showab. **







