www.jurnalkota.co.id
Oleh: Aisha Nisriena Fauzia
Mahasiswi Yogyakarta
Ruang digital hari ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda. Namun, di balik kemudahan akses informasi dan komunikasi, tersimpan ancaman serius yang berpotensi melemahkan ketahanan generasi. Melimpahnya konten negatif mulai dari pornografi, judi daring, pinjaman online ilegal, perundungan siber, perdagangan manusia, hingga konten yang mendistorsi nilai moral dan spiritual menjadi persoalan yang tidak bisa lagi diabaikan.
Paparan konten semacam itu tidak hanya memengaruhi cara berpikir dan bersikap anak muda, tetapi juga berdampak pada pembentukan identitas dan keyakinan mereka. Dalam konteks masyarakat muslim, kondisi ini kerap melahirkan apa yang disebut sebagai split personality, yakni kepribadian yang terbelah antara nilai agama yang diyakini dan perilaku yang dibentuk oleh arus budaya digital yang sekuler. Akibatnya, muncul generasi yang rapuh secara mental, mengalami konflik batin, dan kehilangan pijakan nilai yang kokoh.
Kemajuan teknologi memang merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, kemudahan akses dan masifnya distribusi informasi di ruang digital juga membawa risiko besar apabila tidak disertai mekanisme pengawasan yang memadai. Berbagai riset menunjukkan bahwa paparan konten negatif secara terus-menerus berkorelasi dengan meningkatnya kecemasan, depresi, gangguan kesehatan mental, serta menurunnya kualitas interaksi sosial akibat kecanduan media sosial dan isolasi digital.
Situasi ini semakin kompleks ketika negara dinilai belum hadir secara optimal dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan sehat bagi generasi muda. Lemahnya regulasi, pengawasan, serta penegakan hukum terhadap konten bermuatan destruktif menyebabkan ruang digital kerap menjadi arena bebas nilai yang sulit dikendalikan. Akibatnya, perlindungan terhadap moral dan mental anak bangsa menjadi tidak maksimal.
Dalam pandangan penulis, solusi atas persoalan ini menuntut pendekatan yang komprehensif dan sistemik. Penerapan nilai-nilai Islam secara menyeluruh dalam tata kelola negara dipandang sebagai salah satu alternatif untuk membangun sistem perlindungan generasi, termasuk di ruang digital. Konsep negara sebagai ra’in dan junnah pelindung dan penjaga umat menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan rakyatnya, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Dengan visi perlindungan generasi, kebijakan negara diarahkan untuk mencegah masuk dan menyebarnya konten yang merusak moral dan akidah. Teknologi dimanfaatkan secara maksimal untuk melakukan penyaringan konten, sekaligus mengembangkan ruang digital sebagai sarana edukasi dan penguatan nilai-nilai keislaman. Di saat yang sama, penegakan hukum berbasis syariat Islam diyakini dapat menjadi benteng efektif dalam menekan praktik-praktik destruktif seperti pornografi, judi daring, dan berbagai bentuk penyimpangan moral lainnya.
Melalui sistem yang tegas dan terintegrasi, ruang digital diharapkan dapat menjadi lingkungan yang aman, sehat, dan konstruktif bagi pembentukan karakter generasi muda. Generasi yang tumbuh tidak hanya cakap secara teknologi, tetapi juga kuat dalam akidah, matang secara mental, dan berpegang pada nilai-nilai moral yang benar.
Oleh karena itu, upaya memperjuangkan tegaknya nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara dipandang bukan semata sebagai cita-cita ideal, melainkan sebagai kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan generasi muda dari dampak destruktif ruang digital. Dengan demikian, generasi penerus bangsa dapat tumbuh sehat secara fisik, mental, dan spiritual, tanpa kehilangan jati diri di tengah pesatnya arus kemajuan teknologi.**







