Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Berhari-hari berita hilangnya seorang gadis asal Kediri terpampang di laman google, kemudian muncul berita baru, jika gadis itu telah ditemukan. Gadis remaja berinisial RA (14) asal Kediri, akhirnya ditemukan usai menghilang selama beberapa hari di Blimbing, Kota Malang bersama kekasihnya. Ia mengaku mengenal sang kekasih lewat media sosial. Kapolsek Blimbing Kompol Danang Yudanto membenarkan berita tersebut (detik.com, 26/5/2023).
Pantas saja web berita tersebut menulis judul”Akhir Pelarian Gadis Asal Kediri Ditemukan di Malang Bersama Kekasih” , dan itu tak berlebihan. Di saat orangtua sang gadis panik, takut , khawatir dengan nasib sang anak, gadis remaja itu dengan tanpa empati menuruti hawa nafsunya.
Berita yang lain, ditemukan bayi terbungkus plastik, tersimpan di dalam jok sepeda motor. Kanit PPA Satreskrim Polres Kediri Ipda Yahya Ubaid mengatakan sedang mendalami kasus dari keterangan kelima saksi , termasuk DAP (19) dan MR (18), keduanya merupakan pasangan kekasih yang diduga ayah dan ibu bayi prematur yang meninggal itu.
Ipda Yahya mengatakan, DAP mengaku sengaja menyembunyikan kehamilannya karena takut ketahuan orang tuanya, bayi dalam kandungannya adalah hasil hubungan di luar pernikahan dengan MR. Bayi usia 7 bulan dalam kandungan itu lahir secara normal di kamar mandi rumahnya (detik.com,26/5/2023).
Sungguh tak bisa dinalar, begitu sadisnya perbuatan remaja hari ini, bahkan anak-anak, sebagaimana dilansir dari Kompas.com, 20 Mei 2023, MHD (9), bocah kelas 2 di SDN Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin, 15 Mei 2023. Tak hanya sekali, bahkan hingga dua kali, hingga korban mengalami kritis selama tiga hari kemudian meninggal. Dokter menyebutkan dari hasil visum korban mengalami luka pecah pembuluh darah, dada retak, dan tulang punggung retak.
Miris, Perilaku Anak-anak dan Remaja Makin Sadis
Semakin menelusuri berita di negeri ini, berita yang menyajikan kesadisan tak pernah menghilang. Pelakunya bahkan kini didominasi anak-anak dan remaja. Sungguh miris, dampaknya pun tak kalah nggegirisi ( mengerikan, Jawa, pen), tak berhenti pada hilangnya nyawa anak-anak itu, bahkan bayi yang baru lahir pun meninggal dan berakhir di jok sepeda motor. Mereka sejatinya adalah aset bangsa, tulang punggung peradaban dan penerus tongkat estafet pembangunan.
Bak layu sebelum berkembang, harapan tinggal harapan, mungkin ada yang mengatakan, mungkin lebih baik mereka mati, daripada hidup yang hanya dibebani utang negara berikut tibanya. Sungguh naif! Bagaimanapun mereka adalah calon agen of change, pembawa perubahan karena semangat, usia dan tenaga yang mereka miliki sebagai generasi muda.
Jelas negara banyak berharap kepada mereka, Wakil Presiden Maruf Amin pun meminta generasi hari ini untuk menikah, supaya angka pertumbuhan penduduk usia produktif tidak semakin mengecil. “Jadi jangan menunda nikah! Sebab kalau tidak, prediksinya nanti yang banyak yang tua, yang muda yang produktif itu rendah,” kata Ma’ruf di JCC Senayan. (kumparan.com16/5/2023).
Maruf bahkan menginginkan program keluarga berencana (KB) harus ada perencanaan baru yang disesuaikan. Agar tak menjadi kenyataan, tentang prediksi kalah dengan Nigeria dan Pakistan dalam perkara pertumbuhan. Terlebih, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menyebutkan banyak perempuan Indonesia yang tinggal di kota enggan untuk hamil. Bahkan, rata-rata perempuan di kota hanya memiliki satu anak.
Tentulah harapan ini tak akan bersambung menjadi kenyataan, sebab fakta di lapangan, banyak kriminalitas yang mengancam keberadaan populasi manusia berikut moralnya dimana pelakunya juga remaja. Ada salah pengaturan sehingga tak ada tempat yang aman bagi tumbuh dan berkembangnya generasi berkualitas.
Bullying dan pergaulan bebas makin marak bahkan di sekolah dasar, dan makin sadis dan bengis. Banyak hal yang berpengaruh, pertama dari kurikulum pendidikan, kedua dari pola asuh baik di keluarga maupun di masyarakat dan ketiga, tontonan. Sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan menjadi pangkal sebabnya. Sebab, ketika agama tidak dijadikan sebagai pedoman hidup, solusi bagi seluruh problem manusia yang terjadi adalah liberalisme, kebebasan akut.
Lahirlah HAM yang menjadi sesembahan baru manusia yang tak ingin diatur dalam hidupnya. Padahal, tanpa aturan yang baku, manusia hanya pandai menyia-nyiakan waktu dan seluruh potensi yang ada pada dirinya yang telah dikaruniai Sang Pencipta, Allah Swt. Pendidikan menjadi komoditas menarik untuk dikapitalisasi, dilinkkan ke dunia industri guna memenuhi standar pendidikan selepas sekolah adalah bekerja di tempat bonafit atau setidaknya menghasilkan uang meski menjadi buruh di negeri sendiri. Meski mental dan adabnya bobrok.
Sungguh materilistis, pun gaya pendidikan orangtua yang menjadi korban mahalnya biaya pendidikan, sistem zonasi hanya melahirkan kecurangan gaya baru mulai dari rekayasa zona, nilai, titip dokumen tempat tinggal hingga suap ke sekolah agar anaknya tetap bisa masuk di sekolah yang dimaksud meski jauh dari ketentuan zonasi. Simalakama, sekolah di area zonasi mutu pas-pasan, sekolah mutu terbaik jauh di luar zonasi.
Akhirnya berupaya untuk terus mencari materi, agar anak bisa sekolah dan keluarga bisa makan, pendidikan agama terabaikan, kedua orangtua bahkan tak pernah bisa jadi teladan bagi kesalehan dan adab yang terpuji. Masyarakat pun apatis, problem mereka sama, sehingga kepedulian mereka hanya sebatas mengamankan diri sendiri. Jangan tanya dimana negara, kapitalisme sekuler telah membatasi peran mereka hanya sebatas regulator kebijakan, setiap ada persoalan mereka sandarkan solusinya pada asing, pendampingan dari LSM hingga bantuan-bantuan yang tak membekas samasekali.
Islam Melahirkan Generasi Bertakwa
Islam menjadikan keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan, sehingga menjadi benteng dari perilaku jahat dan sadis. Islam memiliki mekanisme komprehensif dalam membangun kepribadian rakyatnya pada semua lapisan usia sehingga terwujud individu beriman, berakhlak mulia dan trampil.
Kewajiban ini ada pada pemimpin sebagaimana sabda Rasulullah Saw,” Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”(HR al-Bukhari dan Ahmad). Negara haram hukumnya melalaikan kewajibannya. Maka, haruslah menjamin setiap warganya berkepribadian Islam, melalui pedidikan yang berkualitas. Jaminan kesehatan, keamanan, sandang, pangan, papan yang mudah diakses.
Setiap perbuatan adalah ibadah, maka negara wajib menyediakan kemudahan itu, jika SDM nya berkualitas, dengan indikasi mudahnya mereka beribadah di segala aspek, maka bisa dipastikan peradaban mulia akan terbangun. Tak ada kesia-siaan waktu dan usia, sebab negara memastikan visi hidup di dunia yaitu menjadi hamba Allah tercapai. Semua ini bisa terwujud hanya jika Islam sebagai pedoman hidup, bukan sekulerism. Wallahu a’lam bish showab.**







