Program Makan Bergizi Gratis, Solusi atau Masalah Baru?

Jasa Pembuatan Lagu

www.jurnalkota.co.id

Oleh: Faiza NH
Aktivis Pendidikan Keluarga Yogyakarta

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu kebijakan pemerintah dalam pemenuhan gizi dan kesehatan masyarakat. Program ini mulai diberlakukan pada 6 Januari 2025 di 190 titik di 26 provinsi. Tujuannya mulia: memberikan kesetaraan gizi, menjaga kondisi sosial, serta mendukung kesehatan anak dan masyarakat yang membutuhkan.

Namun, setelah delapan bulan berjalan, efektivitas program ini belum sepenuhnya tampak. Fakta di lapangan menunjukkan kasus keracunan kembali terjadi di sejumlah daerah. Di Kabupaten Lebong, Bengkulu, 427 anak mengalami keracunan. Di Lampung Timur, 20 anak terdampak. Di Sleman, 135 siswa SMP 3 Berbah mengalami hal serupa. Kasus lain sebelumnya juga terjadi di Sragen.

Hasil uji laboratorium di Sragen menemukan bahwa sanitasi lingkungan menjadi faktor utama. Kondisi ini memicu respons dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang kemudian menghentikan sementara operasional Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG).

Fenomena berulang ini menunjukkan bahwa MBG yang menjadi janji kampanye presiden belum sepenuhnya berhasil. Keracunan yang membahayakan kesehatan bahkan nyawa anak-anak menjadi bukti adanya celah serius, baik dalam penyusunan standar operasional maupun dalam pengawasan pelaksanaannya.

Lebih jauh, MBG juga tidak serta-merta menyelesaikan persoalan gizi anak sekolah dan ibu hamil, apalagi menjadi solusi untuk mencegah stunting.

Alternatif Solusi

Apa yang bisa menjadi jalan keluar? Menurut hemat saya, pemenuhan gizi harus dilakukan secara menyeluruh, dengan pendekatan sistemik. Negara sebagai penanggung jawab utama kesejahteraan rakyat wajib hadir, bukan hanya melalui distribusi makanan bergizi, tetapi juga lewat edukasi gizi yang merata di semua lapisan masyarakat.

Pemimpin harus memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok. Mekanisme pembiayaan yang transparan, pengawasan ketat, serta sistem ekonomi yang adil mutlak diperlukan. Dengan begitu, persoalan gizi, termasuk stunting, bisa dicegah dan ditangani secara berkelanjutan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *